Chapter 2
Previous.
Cklek....
Nampak daun pintu terbuka menampilkan sesosok pria asing. Bukannya tadi
pesan singkat itu dari kawan Phoniex. Phonix pun tampak berbikir sejenak.
Segera orang yangsedari tadi berdiri di depan pintu itu mengulurkan tangannya.
“Perkenalkan saya Joseph
Hahn.” Seorang lelaki dengan tubuh sedikit berisi itu memperkenalkan diri.
Phoniex tampak memandang pria
tersebut dari atas sampai bawah. Melihat penampilan pria di depannya yang
berpenampilan amat santai membuat ia berpikir tantang sesuatu, namun ia segera
menepis pikirannya.
“Silahkan masuk Mr.
Hahn.” UcapPhoniex.
“Panggil saja aku
Joe.”
“Baiklah itu
terdengar lebih bagus...”
Joe tampak
mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan di rumah kecil itu sembari mengikuti
langkah Phoniex.
“Sudah berapa lama?”
tanya Poniex tanpa sembari melangkah menuju basement.
“Aku orang baru.”
“eoh,jadi dia
mengirim orang baru. Aku pikir dia sendiri yang turun.”
“Apa kau merasa dikhianati?”
“Tidak...tentu
tidak,aku percaya padanya...”
“Kau maragukanku?”
“Aku tak ingin
berkata apapun hanya tunjukanlah padaku.”
“Kau pikir aku akan
mengecewakannya?bodoh jika aku melakukannya.”
“Aku mengerti”
Nampaknya mereka
berdua telah sampai dilantai paling dasar dirumah itu. Chester dan Mike
serempak menoleh kearah orang yang nampaknya belum pernah ia kenal.
“My name is Joe Hahn
but u can call me Joe,meski aku pikir ketika Phoniex memanggilku Mr.Hahn itu
terdengar cukup menarik.”kata Joe memperkenalkan
diri ketika ia sadar akan tatapan asing dari Chester dan Mike.
“oh perkenalkan namaku Mike dan dia Chester.” Kata Mike tak
lepas dari senyumnya.
“tampaknya akan
menyenangkan.” Ujar Joe.
“ memang
menyenangkan” kata Chester nada sedikit merehmehkan, seraya memalingkan
wajahnya dan kembali berkutat pada senjata – senjata dihadapannya.
“sepertinya kau
harus mulai terbiasa dengan dia” kata Phonix sembari membuka sebuah almari tua.
Joe tampak berjalan
menuju ke seperangkat komputer didalam basement tersebut. Dia tampak berkutat
dengan komputer itu beberapa menit.
“done........ini”
Joe memberikan sebuah chip pada Phoniex.
Phonix menaruh chip
tersebut kedalam badul kalung yang tergantung dilehernya. Sebelum ia menutup
liontin bebentuk persegi itu dia tampak memandang foto dalam liontin tersebut
dengan emosi yang amat dalam.
“sebaiknya kita
segera bergegas” Phoniex menatap Mike
yang sudah disampingnya dan menganggukkan kepalanya.
Mereka berempat berjalan menyusuri tangga keluar dari
basement. Dan menuju sebuah garasi kecil disamping rumah mereka. Phoniex
berhenti sejenak “apa kelak kita masih bisa kesini lagi?” . “entahlah” Mike mengangkat kedua bahunya. Mobil
mustang itu tampak melaju meninggalkan rumah kecil tersebut.
@@@
Tak banyak
perbincangan yang mereka buat sepanjang
parjalanan. Mungkin sudah terlalu banyak pikiran yang terus berkacamuk
diotak mereka. Hingga Joe memecah keheningan. “bisakah kita berhenti untuk makan, aku pikir ini sudah waktunya
untuk makan” sambil telunjuk kanannya ia arahkan pada jam tangan yang ia
kenakan.
“baiklah” pandangan
Phoniex tampak ia edarkan untuk mencari tempat makan disekitar daerah itu.
Mustang itu tampak
parkir disebuah restoran kecil dipinggir kota. Restoran itu cukup sepi, jadi
ketika mereka masuk tampak leluasa memilih tempat duduk. Mereka berempat duduk
disudut kanan paling selatan restoran itu.
Tak lama seorang wanita paruh baya dengan tubuh sedikit berisi
menghampiri meja mereka, dengan pakaian ala pramusaji restoran yang nampaknya
sudah usang dia mulai bertanya dan mencatat pesanan mereka.
“baiklah,tunggu
sejenak pesanan akan segera datang.” Dengan wajah yang tidak terlalu bersahabat
pramusaji itu berjalan meninggalkan meja mereka dan menghilang dibalik pintu
khusus karyawan.
“Aku yakin wajah
pramusaji itu salah satu alasan utama mengapa rumah makan ini sepi” ujar Mike agak pelan.
“Justru aku pikir
karena restoran ini sepilah jadi
pramusaji itu bewajah seperti itu.” Joe menimpali.
“entahlah karena
alasan apapun aku tak suka melihat pelayan restoran berwajah menyeramkan
seperti it.....”
“oh akhirnya
makanannya datang” kata Phoniex agak sedikit keras membuat Mike segera
menghentikan ucapannya.
Mike menggaruk
rambutnya yang sebenarnya tidak gatal itu sambil berusaha untuk tidak
menatap wajah pramusaji yang baru saja
ia pebincangkan. Ia yakin wajah pramusaji itu pasti tampak lebih mengerikan
jika benar pramusaji itu mendengar ucapannya.
Setelah selesai
menaruh makanan pramusaji itu menatap Mike sejenak sambil mendengus kesal.
Setelah si pramusaji meninggalkan meja mereka menuju meja kasir, Mike segera
menghembuskan nafas beratnya.
Dua orang yang duduk
didepannya tampak berusaha menahan tawa gelinya.
Sementara orang yang
duduk disampingnya hanya berujar tanpa ekspresi
“bodoh...”
“kau lihat bagaimana
tatapannya tadi... sepertinya ia akan segera memakanmu bulat – bulat.” Joe tak bisa menahan tawanya melihat orang
yang duduk tepat didepannya ini wajahnya begitu tegang.
“Sudahlah segera
habiskan makanan mu,aku ingin segera pergi dari sini, sepertinya semua orang
disini aneh.”
“apa maksudmu?aneh”
tanya Phonix.
“karena bukan cuma
pramusaji itu saja yang menjadi alasan melainkan orang yang duduk
dibelakangmu,di ujung utara itu,dia terus menatap kita sedari kita masuk kesini
tadi.”
“Jangan menoleh”
Chester segera mencegah Joe yang hendak menoleh melihat orang yang dimaksudkan
Mike itu.
“itu akan sangat
ketara ketika setalah berbisik – bisik kemudian menoleh kearahnya,karena orang
yang kau toleh itu akan sadar dia yang menjadi subyek pembicaraan kalian.”
Terang Chester.
Merek makan cukup
lahap, entah karena mereka memang lapar karena sudah melakukan perjalanan
berjam – jam dari kota Reading atau karena situasi didalam restoran yang memang
membuat mereka tidak nyaman yang menjadi alasan,tidak tau juga,namun sekarang
agaknya mereka sudah siap berjalan keluar menuju mobil mereka.
Lelaki paruh baya
itu tak melepaskan pandangan dari mobil mustang itu,beberapa saat setelah mobil
itu pergi, ia nampak menuliskan sesuatu diatas tisu dan segera memasukkan tisu
itu kesaku kemejanya lalu segera beranjak dari mejanya tersebut menuju tempat
kasir untukmembayar bill.
@@@
Mobil mustang itu
terus melanjutkan perjalannya,memulai misi mereka. Joe nampaknya sudah mulai
beadaptasi dengan tiga orang yang sebelumnya sama sekali tak ia kenal. Karena
Joe sadar tugas ini membutuhkan waktu yang lama dan lagi pula inilah yang ia
tunggu, tak hanya untuk menyalurkan hobby dan bakatnya ini juga bisa menjadi
kesenangan tersendiri baginya. Joe yang kini duduk dikursi belakang terus
memantau dari layar komputer jinjing yang ada dipangkuannya yang tentu sudah ia
sambungkan keberbagai alat pelacak .
“Bagaimana
perkembangan terakhir?” Phoniex menatap Joe yang berada di belakangnya lewat
kaca.
“Dia baru mendarat
di LA, tapi tentu kita tak mungkin kesana, disana terlalu ramai.”
“Baiklah tetap pada
rencana awal, aku yakin dia tak mungkin mengajak kaki tangannya ikut keLA.”
Ujar Chester yang duduk didepan disamping kursi kemudi.
“iya, dia tak
mungkin merusak citranya didepan orang – orang besar itu,lagi pula bodoh kalau
mereka tak mengenali wajah sialan itu.”
Mike menimpali.
“apa sebenarnya yang
sebenarnya kalian maksudkan?maaftapi aku tak mengerti.” Kata Joe polos.
“begini di hadapan
orang – orang dia adalah orang yang sangat berpengaruh,dan dia membangun citra
ini untuk menutupi kebusukannya, jadi jika dia sedang dalam posisi seperti dia
saat ini maka kaki tangan kepercayaannya inilah yang menggantikan tugas untuk
sementara,meski sebenarnya kendali tetap ditangannya. Dan dihadapan publik
mereka seperti tidak kenal,karena kau tahu kan kaki tangannya ini sudah masuk
daftar hitam selama bertahun – tahun dan selalu lolos. Jadi kalo publik tahu bahwa sebenarnya mereka
bekerja sama maka kemungkinan orang – orang besar itu akan lari, dan kerajaan
bisnis nya akan hancur.” Terang Phoniex.
“bukankah jika
kerajaan bisnis dunia hitamnya masih ada jikalau bisnis yang sekarang ini hancur?” tanya Joe.
“hah..keduanya ini
bagai jembatan,jika satu sisi runtuh makasisi lainnya akan lumpuh....” jawab
Chester.
@@@
Tak terasa sang
surya mulai enggan menemani ,karena sinarnya sudah dinantikan dibelahan bumi
lain. Penat memang melakukan perjalanan seharian yang panjang, namun ini baru
awal dari apa yang telah dinantikannya selama bertahun – tahun dan sekarang jarak mereka ke tempat tujuan mereka yang pertama tak jauh
lagi. Mereka tak tahu apa saja yang akan mereka hadapi, namun mereka yakin
itulah yang harus mereka hadapi. Ingat permainan ini baru dimulai.
@@@
“Sepertinya kau butuh
ini” lelaki paruh baya mengulurkan tangannya seraya tersenyum penuh arti.
Lelaki disampingnya menaikkan satu alisnya,sedikit heran ia menerima tisu itu.
Lelaki paruh baya itu segera keluar melangkah menjauh dari mobil
itu,meninggalkan lelaki berkaos hitam polos dengan wajah herannya. Segera ia
buka tisu itu. “terimakasih...” Meski
orang itu tak mungkin dapat mendengarnya. Dan senyum mengerikan tampak
tercetak diwajah lelaki berahang tegas itu.
.
.
.
.
.
TBC
#sorry yaa kalo
chapter ini pendek lagi...sorry juga kalo ceritanya tambah gaje tapi pliss
mohon saran – sarannya yang membangun yak...?... thx for read this suck ff. :)
Oo iya bole
mintapartisipasinya gag,,,lagi bingung cari tokoh antagonis ato musuhnya..kalo
temen – temen ada ide bole kok di usulin,terserah mau dari member LP yang belum masuk disini ato dari grup band
lain ato mungkin dari nama – nama aktor juga gapapa.,,okeh....makasiiii. :)